Pergeseran Demografi Indonesia Dan Implikasinya
Posted by By Hasanuddin Ali at 30 December, at 17 : 09 PM Print
Hasil sensus penduduk 2010 mencatat jumlah penduduk Indonesia mencapai 237 juta jiwa dengan laju pertimbuhan 1,49% pertahun, laju pertumbuhan ini meningkat di banding laju pertumbuhan 10 tahun sebelumnya yang mencapai 1,4% per tahun. Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk Indonesia menandakan bahwa program pengendalian angka kelahiran di Indonesia mulai kedodoran dalam 10 tahun terakhir.
Penyebaran penduduk menurut pulau – pulau besar adalah: pulau Sumatera yang luasnya 25,2 persen dari luas seluruh wilayah Indonesia dihuni oleh 21,3 persen penduduk, Jawa yang luasnya 6,8 persen dihuni oleh 57,5 persen penduduk, Kalimantan yang luasnya 28,5 persen dihuni oleh 5,8 persen penduduk, Sulawesi yang luasnya 9,9 persen dihuni oleh 7,3 persen penduduk, Maluku yang luasnya 4,1 persen dihuni oleh 1,1 persen penduduk, dan Papua yang luasnya 21,8 persen dihuni oleh 1,5 persen penduduk.
Dari sisi umur, titik tengah (median) umur penduduk Indonesia tahun 2010 adalah 27,2 tahun. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia termasuk kategori menengah (intermediate). Penduduk suatu wilayah dikategorikan penduduk muda bila median umur < 20, penduduk menengah jika median umur 20-30, dan penduduk tua jika median umur > 30 tahun.
Meningkatnya gaya hidup urban
Dalam konteks Indonesia pergeseran budaya desa – kota ini mungkin sebuah keniscayaan sejarah, pertumbuhan ekonomi yang tinggi memang menggerakkan perubahan struktur ekonomi dari desa ke kota. Hasil Sensus Penduduk 2010 yang di lakukan BPS menunjukkan proporsi penduduk yang tinggal di kota semakin tinggi, 49,8 penduduk Indonesia tinggal di kota. Bahkan Mckinsey dalam laporan terakhir memprediksi penduduk desa Indonesia tahun 2030 hanya tinggal 20% saja.
Dalam beberapa tahu kedepan merupakan tahun penting sebagai transisi dari masyarakat agraris menuju masyarakat industri dan informasi. Tanda-tandanya sudah kelihatan sekarang, 3 tahun yang lalu mungkin masih sedikit masyarakat desa yang menggunakan handphone, sekarang sebagian besar mereka sudah menggunakan handphone, bahkan anak mudanya sudah biasa berselancar di dunia maya dan bersosialisasi menggunakan media sosial.
Bila di kota pertumbuhan pengguna internet sudah mulai mengalami titik kejenuhan, sebaliknya di desa pertumbuhan pengguna internet sedang tinggi-tingginya. Salah satu program pemerintah juga mendorong kesana, Telkom dengan kampanye pemasangan 1 juta Wifi akan semakin memudah koneksi internet masyarakat Indonesia di segala lapisan.
Pasar anak muda yang gemuk
Komposisi demografi penduduk Indonesia juga ditandai dengan banyaknya penduduk yang berusia di antara 15 – 34 tahun, 34,47% atau hampir 82 juta penduduk Indonesia berada di rentang usia ini. Dengan jumlah anak muda yang sedemikian besar ini merupakan potensi pasar potensial yang bagi pemasar.
Jumlah anak muda yang sangat penting bagi masa depan Indonesia, paling tidak ada tiga alasan yang mendasarinya. Pertama, anak muda adalah sumber penting tenaga kerja produktif. Kedua, karakter anak muda yang suka mencoba hal baru dan kreatif merupakan sumber inovasi. Ketiga, anak muda merupakan salah pasar yang konsumtif terutama untuk industri hiburan dan makanan, perilaku anak muda yang gemar nongkrong menjadikan cafe dan restourant menjamur tidak hanya di kota besar tapi juga kota-kota kedua Indonesia.
Indikator besarnya pasar anak muda Indonesia juga bisa dilihat dari besarnya penetrasi pengguna internet di Indonesia. Jumlah pengguna internet yang berada di kisaran 55 juta di dominasi anak muda, sebuah survei mencatat hampir 75% pengguna internet Indonesia berusia 15 – 34 tahun.
Social media seperti Facebook dan Twitter juga banyak di sesaki oleh anak muda Indonesia, mereka acap kali menciptakan trending topic yang mampu mempengaruhi pengambil kebijakan pemerintah. Kalau dulu anak muda menyuarakan aspirasi melalui jalanan sekarang mereka meyuarakan aspirasinya melalui sosial media.
Pasar laki-laki tidak kalah dengan pasar wanita
Jumlah penduduk wanita Indonesia lebih banyak dari pria terbantahkan dari hasil sensus penduduk 2010, meski beda tipis untuk pertama kali dalam sejarah Indonesia penduduk pria lebih banyak dari penduduk wanita, 50,34 % penduduk Indonesia berjenis kelamin pria.
Meski uang belanja keluarga sebagaian besar di pegang para wanita, tapi tidak boleh dilupakan bahwa para kaum pria juga memiliki uang “rahasia” yang mereka pegang. Berbeda dengan kaum wanita yang belanjanya rutin tapi tidak terlalu besar, kaum pria belanjanya jarang-jarang, tapi begitu mengeluarkan uang biasanya langsung dalam jumlah besar.
Produk – produk maskulin seperti produk otomotif, dan gadget tentu mendapat berkah dengan meningkatnya jumlah penduduk pria ini. Data menunjukkan angka penjualan penjualan mobil di 2012 tercatat mencapai 1.116.230 unit. Penjualan di tahun 2012 merupakan rekor tertinggi dalam sejarah industri otomotif Indonesia.
Perubahan gaya hidup juga merubah kaum pria, kaum pria sekarang menjadi lebih “pesolek” di banding pria jaman dulu, produk-produk yang secara khusus menyasar kaum pria semakin banyak, lihatlah konter kosmetik dan toiletries di pusat perbelanjaan juga sudah banyak di jejali produk kecantikan dan kebersihan khusus kaum pria.
Menyongsong Bonus Demografi
Indonesia akan mengalami “bonus demografi” yaitu meningkatnya jumlah penduduk usia produktif dibandingkan dengan penduduk usia non produktif pada kurun waktu 2020-2030. Usia produktif merupakan fase kehidupan yang berada pada usia kerja dan usia subur, mulai 15 – 64 tahun.
Rasio ketergantungan penduduk Indonesia adalah 51,31. Angka ini menunjukkan bahwa setiap 100 orang usia produktif (15-64 tahun) terdapat sekitar 51 orang usia tidak produkif (0-14 dan 65+), yang menunjukkan banyaknya beban tanggungan penduduk suatu wilayah. Rasio ketergantungan di daerah perkotaan adalah 46,59 sementara di daerah perdesaan 56,30.
Artinya dari setiap 100 orang usia produktif harus menanggung 51 orang usia non produktif. Sedangkan pada 2020-2030, Indonesia akan memiliki 70 persen penduduk usia produktif dengan rasio ketergantungan turun menjadi sektar 44 sampai 48.
Bonus demografi ini bisa merupakan keuntungan atau acaman bagi ekonomi Indonesia. Bonus demografi bisa menjadi keuntugan apabila penduduk yang di usia 15 – 64 tahun itu berkualitas dan produktif, sebaliknya bonus demografi menjadi ancaman apabila penduduk yang di usia 15 – 64 tahun itu tidak memiliki pengetahuan dan skill yang memadai sehingga malah menjadi beban penduduk lainnya.
Karena itu kata kunci sebelum Indonesia mengalami bonus demografi tahun 2020 – 2030 adalah menyiapkan kualitas pendidikan di masa sekarang. Kalau kualitas pendidikan kita baik maka dijamin kualitas manusia Indonesia dimasa mendatang akan baik dan bonus demografi akan menjadi kenyataaan.
Pasar anak yang masih menjanjikan.
Meningkatnya laju pertumbuhan Indonesia di tahun 2010 berimplikasi juga meningkatnya jumlah penduduk anak-anak. 28,86% atau setara dengan 68,6 juta penduduk Indonesia yang berusia 0 – 14 tahun.
Bagi perusahaan – perusahaan yang menyasar pasar anak – anak tentu saja ini kabar baik, mereka tidak akan pernah kehabisan pasar bahkan bertambah melimpah. Produk seperti susu anak, kesehatan anak, pendidikan, merupakan produk-produk yang di untungkan dengan besar-nya pasar anak ini.
Meski pasar anak ini besar tapi tidak mudah untuk memasukinya, karena faktor ibu mereka yang menjadi kunci meraih pasar anak ini. Di pasar anak Ibu adalah pengambil keputusan utama, jadi siapa yang bisa meraih simpati ibu maka akan meraih pangsa pasar besar di pasar anak.
Pergeseran pola konsumsi rumah tangga
Secara garis besar konsumsi rumah tangga di bagi dua yaitu konsumsi makanan dan non makanan, semakin tinggi penghasilan biasanya tingkat konsumsi non makanan lebih tinggi dari makanan.
Berdasarkan data BPS, sebesar 20 persen dari jumlah penduduk Indonesia merupakan masyarakat yang berpenghasilan tinggi. Masyarakat ini mendominasi konsumsi rumah tangga nasional sebesar 43 persen.
Data BPS juga menunjukan trend adanya pergeseran pola konsumsi tersebut, pada kuartal pertama tahun 2011, masyarakat Indonesia yang mengonsumsi produk makanan hanya mencapai 47,9 persen. Sisanya sebesar 52,1 persen, merupakan konsumsi produk non makanan. Disamping itu ada kecenderungan peningkatan konsumsi makanan olahan dan penurunan konsumsi makanan biji-bijian.
Oleh:
Hasanuddin Ali
Founder and CEO Alvara Research Center